Suara.com - Rudi Valinka, yang merupakan admin dari akun Twitter @kurawa membuat rangkaian cerita sejarah Hotel Alexis yang berdiri megah di Jl. R.E. Martadinata No. 1, Ancol, Jakarta Utara.
Beberapa hari lalu, dia memenuhi lini masanya dengan cuitan awal berdiri Hotel Alexis, tranformasi dari Hotel Ancol hingga dikenal sebagai hotel yang menyediakan ‘one stop entertainment’ bagi para lelaki.
“Hotel Alexis bukanlah hotel yang dibangun sendiri, tetapi hasil pergantian nama dari hotel Ancol dibeli karena hotel ini bermasalah,” @kurawa memulai cuitan.
Menurutnya, pada tahun 1990-an, hotel Ancol jadi tempat favorit untuk melakukan kemaksiatan. Maka jangan heran hotel itu jadi tempat aman untuk pesta narkoba di dalam kamar.
“Di hotel Ancol yang namanya orang meninggal dunia karena overdosis sudah gak heran. Belum lagi cewek-cewek yang bunuh diri karena banyak hal,” tulisnya.
Makanya tidak heran jika orang yang menyambangi hotel Ancol jarang mau nginep kalau tidak ‘melakukan apa-apa.’ Menurut tamu, hotel tersebut banyak hantunya.
Sampai ada yang bilang Maryam si Manis Jembatan Ancol pun pindah ke hotel ini, mencari para lelaki yang bermasalah. “Kerajaannya kuntilanak lah.”
“Terlepas percaya atau tidak, isu hotel Ancol yang banyak hantunya ini sukses buat hotel ini gak laku. Dalam perang pemasaran sah-sah aja sih”
Katanya, pemilik hotel pun merugi. Citra hotel yang sudah kadung buruk sehingga orang yang mau mabuk-mabukkan di situ tetap saja takut dengan setan.
Di beberapa hotel di Jakarta, ujar @kurawa, juga banyak hotel bertaburan yang bisa buat apa aja tapi tetap ramai karena yang penting jangan ada isu hantunya saja.
“Pemilik pun berniat menjual hotel ini.. Susah laku saat itu hingga harganya menjadi rendah sekali, sama seperti kasus rumah di Pondok Indah”
Hingga akhirnya di awal-awal tahun 2000-an hotel Ancol ini dibeli oleh Alex Tirta dan berganti nama menggunakan nama depannya: Alexis.
Setelah direnovasi Tahun 2006 hotel Alexis dirilis untuk pertama kalinya, tim manajemen mereka bersusah payah untuk menghilangkan citra seram.
Tim management hotel berupaya agar tamu yang datang melupakan setan. Di samping itu, hotel Alexis juga mencegah ada kematian lagi di tempatnya.
“Melawan muka setan tentu harus dilawan dengan muka bidadari.. inilah salah satu ide awalnya.. bidadari itu harus diimpor biar mantap”
Kemudian, Hotel Alexis pun mendeklarasikan diri sebagai perintis ‘one stop entertainment’. Pusat surga bagi lelaki.
Mulai dari diskotik, karaoke, pijat, jacuzi hingga lounge yang dihuni oleh para bidadari impor maupun lokal. Tempat ini sukses usir setan.
Ijin pendirian sendiri, katanya, Alexis dikeluarkan di masa Gubernur Sutiyoso dan Wakil Gubernur Fauzi Bowo. Alasannya, sebagai kota metropolitan harus ada pusat hiburan bagi warga asing.
“Kalo bukan karena Alexis boro-boro pada tau negara Uzbekistan. Jadi sebenarnya Alexis berjasa kepada negara pecahan soviet itu loh”
Karena sangat ramai, apalagi saat itu periode lagi booming bisnis batubara, maka Alexis dijadikan tempat adu gengsi-gengsian pengusaha.
Terutama pengusaha batubara dari Kalimantan jika hendak bergaya mendapat pasangan cantic, mereka tak takut menebus di atas Rp500 juta per wanita
Selanjutnya, kata @kurawa, mereka yang mencoba mengikuti Alexis saat itu tak bisa bersaing. Mengapa? Karena Alexis bisa memanfaatkan Keputusan Gubernur DKI No 98/2004 pasal 2 ayat 4 dan 5.
“Alexis kuat karena ada Hotelnya berdasarkan kep Gub tersebut saat Ramadhan tiba mereka masih boleh buka karena masuk fasilitas hotel”
Tulis @kurawa lagi, sebagai perintis kelas atas, Alexis tetap berjaya. Rumor soal "setoran" ke atas sehingga aman sudah jadi rahasia umum. “Pokoknya 86”.
No comments:
Post a Comment