Suara.com - Cokelat adalah salah satu makanan kecil populer di Tanah Air. Saat ini masuk kategori camilan terfavorit urutan ke-empat setelah pastry, biskuit, dan permen dengan pangsa pasar hingga 776 juta dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 11,2 triliun).
Tetapi, angka ini menurut Sachin Prasad, President Director Mondelez Indonesia, masih terbilang rendah, karena tingkat konsumsi cokelat di dalam negeri hanya sekitar 0,5 kg per orang per tahun. Atau, masih berkisar di angka 78 persen (dibanding dengan kategori camilan lain seperti biskuit yang telah mencapai 90 persen).
Melihat hal ini, Sachin Prasad optimis jika industri cokelat di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang. Untuk itulah, Mondelez Indonesia terus berupaya membuat cokelat menjadi produk yang lebih terjangkau dan menarik untuk masyarakat.
Salah satunya dengan menciptakan inovasi dan momen-momen keceriaan baru untuk menyantap cokelat.
“Mondelez terus berkomitmen untuk mengembangkan kategori cokelat di Indonesia dengan menghadirkan produk cokelat berkualitas tinggi dengan citarasa cokelat asli yang lembut untuk memuaskan konsumen, melalui produk seperti Cadbury Dairy Milk,” jelas Sachin Prasad dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (02/08/2018).
Optimisme ini semakin kuat saat menilik ke masa lampau, yang dikisahkan oleh Food Historian, Fadly Rahman, di mana kakao sebagai bahan baku cokelat terus dikenal dan berkembag sejak pertama kali dibawa ke Indonesia pada 1560.
Kakao mulai terkenal pada 1880 saat perkebunan kakao terbentuk di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa industri kakao mengalami perkembangan pesat pada 1938, dengan 29 perkebunan di Jawa, yang semakin mendorong pengembangan industri makanan berbahan dasar cokelat.
Meski awalnya identik dengan gaya hidup bangsawan Eropa, seiring maraknya industri cokelat di awal abad 20, cokelat menjadi lebih populer sebagai pilihan ngemil masyarakat Indonesia.
"Seharusnya kita berbangga dalam sejarah perjalanan cokelat kita pernah menjadi produsen cokelat yang sangat disegani pada masa kolonial," tutup Fadly Rahman.
No comments:
Post a Comment