Suara.com - Bukit Fulan Fehan, Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) dipilih menjadi tuan rumah Festival Likurai Timor 2018. Ribuan penari Likurai akan beraksi di sini, digelar 4-7 Oktober 2018.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya dijadwalkan hadir di Fulan Fehan.
Tahun ini, Festival Likurai Timor 2018 masuk dalam agenda pariwisata nasional. Banyak kesenian dan budaya yang akan disajikan.
Salah satunya, tari kolosal khas Belu, NTT. Festival budaya yang diselenggarakan di wilayah perbatasan ini juga melibatkan penari Likurai dari Timor Leste. Menpar menyambut baik inisiatif dari pemerintah daerah Belu, karena menjadikan Festival Likurai sebagai acara lintas batas.
"Kunci untuk menarik negara tetangga terletak pada seni dan budaya, musik dan kuliner. Orang-orang dari Timor Leste dapat mengajukan permohonan visa bebas untuk memasuki Indonesia, dan bahkan menggunakan mata uang mereka sendiri untuk berbelanja di sini. Pemerintah daerah, gubernur, walikota dan bupati sebaiknya berkomitmen menjaga akses, akomodasi dan ketertarikan di wilayahnya," katanya, Selasa (2/10/2018).
Festival Likurai adalah pesta tarian perang dari masyarakat pulau Timor, khususnya mereka yang tinggal di Kabupaten Belu. Tarian tersebut menggambarkan pertarungan penduduk setempat untuk mengusir penjajah selama masa penjajahan.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT, Marius Ardu Jelamu, mengatakan, festival ini digelar persis di perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Puncak kegiatan menampilkan ribuan penari Likurai di objek wisata alam Fulan Fehan, di lembah kaki Gunung Lakaan.
"Itu tentu sesuatu yang membanggakan buat kita. Bahwa seni budaya NTT, khususnya tarian Likurai, masuk dalam agenda pariwisata nasional," kata Marius.
Menurutnya, Festival Likurai Timor 2018 diselenggarakan untuk meningkatkan seni dan budaya tradisional Indonesia. Selain itu mendorong pariwisata daerah Kabupaten Balu.
Tahun lalu, total 6 ribu penari berhasil memecahkan rekor MURI untuk jumlah penari tradisional terbanyak. Tahun ini, rekor tersebut akan dipecahkan sendiri.
"Prestasi tersebut mampu mengangkat seni dan budaya tradisional Indonesia dan layak disaksikan oleh wisatawan. Tahun ini, penarinya disiapkan lebih banyak lagi," ungkapnya.
Sekadar informasi, Tarian Likurai pertama kali dilakukan untuk menyambut pahlawan desa yang pulang dari perang. Berabad-abad yang lalu, ada tradisi pemancungan musuh di Belu. Tarian itu akan dilakukan untuk merayakan kemenangan mereka.
Tarian Likurai juga dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan mereka karena pahlawan mereka pulang dengan selamat.
Sejak Hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, tradisi pemancungan tidak lagi ada. Namun, penduduk desa Belu melestarikan tarian Likurai dan melakukannya untuk menyambut tamu mereka.
Saat ini, Tarian Likurai sering dilakukan saat menyambut para tamu VIP, selama upacara adat atau selama festival budaya. Tarian ini biasanya dilakukan oleh penari lelaki dengan pedang, sedangkan penari perempuan akan menggunakan tihar (drum kecil).
PLT Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemepar Ni Wayan Giri Adnyani menambahkan, event nasional ini akan meningkatkan pariwisata dan ekonomi kreatif NTT. Selain itu, budayanya juga diperkenalkan kepada publik nasional dan internasional.
"Ini kesempatan kita untuk menunjukan kepada dunia, bahwa kita sangat mampu menggelar sejumlah kegiatan akbar di perbatasan. Perekonomian masyarakat sekitar juga turut bergerak, ujar Giri didampingi Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional III Ricky Fauzi.
Giri melanjutkan, pariwisata juga sebagai pintu masuk bisa membuat para investor agar menanamkan modal di NTT.
"Sudah terbukti dengan banyaknya investor yang telah menanamkan modalnya di NTT. Ini harus terus dikembangkan karena perbatasan adalah peluang besar mendatangkan wisman," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment