Suara.com - Perhelatan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2018 kembali digelar. Festival yang berlangsung dari 27 November - 4 Desember 2018 ini akan memanjakan pecinta film dengan 124 judul film dari 27 negara Asia.
"Festival ini merupakan salah satu pemantik yang bagi sineas muda Indonesia. Juga merupakan saat yang tepat untuk menikmati berbagai film sekaligus romantisme Jogja," ujar Menteri Pariwisata, Arief Yahya, Senin (26/11/2018).
Gelaran JAFF kali ini mengangkat tema 'Disruption'. Tema ini memang dipilih karena film festival merupakan tindakan untuk perubahan yang terjadi di benua Asia.
Menurut Presiden JAFF, Budi Irawanto, melalui event ini ia ingin mengajak penonton untuk mengubah cara menonton sinema Asia.
"Tentunya, kami berharap dari kegiatan menonton ini bisa lahir visi-visi baru tentang masyarakat dan budaya Asia," kata Budi dalam konfrensi pers peluncuran JAFF beberapa waktu lalu.
Sebagai wujud dari misi merayakan sinema Asia, JAFF memilih film “Umi O Kakeru” (“The Man from the Sea”) sebagai pembuka. Film berbahasa Jepang, Indonesia, dan Inggris, adalah karya terbaru sutradara asal Jepang, Koji Fukada.
Film drama berdurasi 107 menit ini dibintangi oleh Dean Fujioka, Mayu Tsuruta, Sekar Sari, dan Adipati Dolken.
Umi O Kakeru menceritakan tentang seorang laki-laki misterius yang terdampar di pantai Banda Aceh. Ia mengalami hilang ingatan. Pemuda ini kemudian dirawat oleh Takako, volunteer di sebuah LSM pemulihan pasca-bencana.
Bersama kedua anak laki-lakinya Takashi beserta Sachiko, Takako merawat dan membantu menemukan asal-usulnya lelaki itu. Keindahan alam Aceh pun turut tergambar jelas di film ini.
Bukan itu saja, berbagai program lain pun dipastikan makin memanjakan para pencinta film. Ada program Asian Feature, Light of Asia, Asian Perspective, JAFF Indonesian Screen Awards, dan Open Air Cinema. Semua disuguhkan untuk memastikan kemeriahan festival yang akan berlangsung selama seminggu ini.
Sutradara sekaligus pendiri JAFF, Garin Nugroho juga akan menayangkan sejumlah film terbaiknya.
“Sebagai sebuah festival yang dinamis, perkembangan program terus dilakukan. Tahun ini, secara resmi JAFF meniadakan program Asian Doc yang berfokus kepada dokumenter di Asia dan menggabungkan ke dalam program Asian Perspective untuk program non kompetisi. Sementara untuk program kompetisi, JAFF terbagi ke dalam kompetisi JAFF atau Asian Feature, lalu ada kompetisi NETPAC dan Geber Award”, jelas Ismail Basbeth, Program Director JAFF.
JAFF juga memiliki spesial program diantaranya Art for Children, Public Lecture, dan Forum Komunitas. Selain itu juga ada prograam baru yaitu JAFF Education. Isinya adalah workshop penulisan skenario bersama Ernest Prakasa, kelas akting bersama Reza Rahadian. Ada juga beberapa program Masterclass yang berhubungan dengan teknis pembuatan film.
Salah satu suguhan spesial yang akan hadir di JAFF tahun ini adalah pemutara “Keluarga Cemara”. Film karya Yandy Laurens ini diadaptasi dari sinetron berjudul sama dan populer tahun 1996 -2005.
Ketua Tim Calendar of Even Kemenpar, Esthy Reko Astuty mengungkapkan jika pariwisata berhubungan erat dengan industri film. Ini merupakan promosi efektif untuk mengangkat pariwisata. Seperti yang terjadi pada Bali setelah film 'Eat, Pray, Love' atau mencuatnya destinasi Jogja setelah film Ada Apa Dengan Cinta.
"JAFF merupakan kesempatan emas memperkenalkan kembali destinasi Indonesia kepada para pelaku perfilman dunia. Telah banyak film dunia yang melirik Indonesia sebagai lokasi pembuatan filmnya karena alam dan budaya kita sungguh luar biasa. Ini menjadi sebuah promosi efektif bagi pariwisata kita. Apalagi mengunjungi tempat-tempat yang menjadi latar dalam film bukanlah hal baru," ungkap Esthy.
No comments:
Post a Comment