Suara.com - Rayakan Kehidupan Pasien Penyakit Langka dengan Lakukan Hal Ini.
Berdasarkan data dari State of Rare Disease Management in Southeast Asia, ada sekitar 45 juta orang atau sekitar 9 persen penduduk Asia Tenggara yang menderita penyakit langka.
Sebuah penyakit yang masuk kategori langka jika penyakit tersebut dialami kurang dari 2.000 orang dalam satu negara.
Penyakit langka biasanya bersifat kronis, progresif, dan mengancam kehidupan penderita. Dan hingga saat ini, secara umum ada 7.000 jenis penyakit yang masuk dalam kategori penyakit langka.
Untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah penyakit langka, maka setiap tanggal 28 Februari akan diperingati sebagai Hari Penyakit Langka Sedunia.
Tahun ini, Sanofi Indonesia bersama Yayasan MPS & Penyakit Langka Indonesia mengadakan acara temu bicara bertajuk #LiveWithRare di Graha Dirgantara, Jakarta Timur, Rabu, (27/2/2019).
Pada acara tersebut, beberapa orangtua menyampaikan pengalaman serta tantangan yang mereka hadapi kala menjalani perawatan yang dibutuhkan masing-masing buah hatinya.
Misal cerita datang dari Agus Sulistiyono, ayah dari Pinandito Abid Rospati yang masih berusia 3 tahun.
Pinandito atau Dito baru saja didiagnosis dengan kondisi penyakit langka yang disebut dengan Pompe Disease.
"Dito pertama kali didiagnosis usia tiga tahun, sekitar tiga bulan lalu. awalnya Dito kelihatan sakit berat pada Desember 2017, dia sesak nafas dan masuk IGD di salah satu rumah sakit di Serpong," kata Agus.
Setelah berkali-kali pindah rumah sakit dan salah diagnosis, akhirnya dokter pada satu kesimpulan Dito mengalami apa yang namanya Pompe.
Kini Dito bergantung pada alat bantu pernafasan, ventilator. "Kalau disuruh memilih, tidak ada orangtua yang mau anaknya sakit. Tapi kami dipilih Tuhan, Tuhan maha baik. Dito sakit harus menggunakan ventilator tapi tidak mungkin di rumah sakit setiap hari maka di rumah kami harus punya ventilator, makanya kami harus belajar lagi, ada pengetahuan khusus. Perawatan Dito juga harus ekstra steril," kata Agus lagi.
Lain Agus, lain juga cerita Amin. Ibu yang memiliki anak bernama Athiyatul Maula yang menderita Gaucher Disease.
Tak hanya Athiya, ternyata kakaknya yang bernama Sukron juga meninggal dunia karena penyakit yang sama saat menginjak usia 2 tahun 5 bulan.
"Saat itu kami terlambat mendapati diagnosis penyakit langka ini karena adanya keterbatasan akses tenaga kesehatan untuk bisa mendiagnosis dengan tepat," kata Ibu dua orang anaknya dengan masalah penyakit penyakit langka.
Penyakit ini dapat menyerang laki-laki atau perempuan yang kekurangan enzim acid-b glucoside pada tubuh yang berfungsi memecah substansi pada lemak tubuh yang dikenal dengan GL-1.
Ketika tubuh tidak menghasilkan jumlah enzim yang cukup, maka GL-1 akan menumpuk pada sel lysosomes. Proses inilah yang membuat sel semakin besar.
Beberapa gejala penyakit ini adalah rasa nyeri pada tulang dan sendi, cepat merasa letih, pendarahan ataupun mudah memar dan dapat mempengaruhi kerja hati, paru, otak.
Tidak hanya perjalanan panjang untuk mendapatkan diagnosis tepat dari dokter ahli serta biaya pengobatan yang mahal, pasien penyakit langka juga memerlukan terapi dan perawatan intensif berkelanjutan agar progress kesembuhannya tidak terancam.
"Setiap anak adalah generasi pemimpin masa depan dan harapan bangsa, oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat mendukung anak-anak dengan penyakit langka dalam menghadapi tantangan untuk memastikan akses yang sama ke layanan kesehatan dan kehidupan berkualitas," tutup Ketua Yayasan MPS & Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami.
Jadi penting bertukar pengalaman dan sharing soal kehidupan dan masalah penyakit langka untuk saling mendukung di hari Penyakit Langka Sedunia.
No comments:
Post a Comment