Menurut Bahlil, para kekhawatiran dari para tenaga buruh memang sangat dipahami. Namun di sisi lain, pihaknya objektif melihat bahwa karyawan atau buruh harus proporsional terhadap beban perusahaan.
"Kita harus sadar dan objektif bahwa tuntutan buruh atau karyawan harus proporsional terhadap bagaimana beban investasi dari sebuah perusahaan," kata Bahlil di kantornya, Rabu (29/1/2020).
Bahlil mengatakan, sebagai pribadi yang juga sekaligus mantan pengusaha, sebenarnya pengusaha tidak masalah jika harus menggaji tinggi para pekerjanya, hanya saja kadang tidak diimbangi dengan kesungguhan bekerjanya.
"Apalagi kemudian tuntutan biaya yang tinggi dari buruh, tidak diiringi profesionalisme yang mumpuni. Sebenarnya bagi pengusaha, gaji tinggi kalau profesionalismenya bagus, kinerjanya bagus itu tidak apa," tuturnya.
Saat ini, kata dia pihaknya bersama kementerian terkait sedang mencari titik temu antara pengusaha dan para buruh. Harapannya dalam dua hari ke depan, jalan keluarnya bisa teratasi.
"Kementerian Ketenagakerjaan akan berkoordinasi dan mendengar masukan-masukan dari serikat pekerja buruh. Domain ini harus final dulu," katanya.
"Kita percaya bahwa kami tidak mungkin mengorbankan tenaga kerja kita. Tapi juga kita tidak boleh mengorbankan perusahaan," Bahlil.
Para buruh sempat menggelar demonstrasi di depan gedung DPR/MPR. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, ada enam alasan para buruh menolak rancangan RUU Omni Bus Law Cilaka tersebut.
Beberapa di antaranya, dalam RUU Omnibus Law Cilaka, buruh khawatir dengan rencana sistem upah per jam akan mengurangi pendapatan mereka. Meski pemerintah menegaskan sistem upah per jam hanya untuk sektor tertentu saja dan hanya jadi alternatif alias bukan kewajiban.
"Kalau buruh hanya bekerja hanya dua minggu, maka bisa dipastikan upahnya hanya sepertiga (1/3) atau maksimal seperlima (1/5) dari upah minimum yang berlaku di satu daerah tertentu," kata Iqbal.
Selain itu, outsourcing menambah rasa khawatir para perkerja, karena tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karatwan tetap (PKWTT).
Dalam hal ini outsourcing dibebaskan di semua lini produksi. Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas. Artinya, hubungan kerjanya bersifat fleksibel atau sangat mudah di PHK. Di tambah, tidak ada lagi upah minimum, dan yang terancam ditiadakan. Masih banyak polemik dari rencana omnibus law.
(hoi/hoi)
"suara" - Google Berita
January 29, 2020 at 08:49PM
https://ift.tt/2Gx5ON9
Berlatar Pengusaha, Bahlil Buka Suara Soal Omnibus Law - CNBC Indonesia
"suara" - Google Berita
https://ift.tt/2QI8pbK
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
No comments:
Post a Comment