Suara.com - Sebagai seorang penggagas acara ASEAN Literary Festival, Okky Madasari mengatakan bahwa diskusi kritis dan kreatifitas adalah dua hal yang paling penting dalam gelaran ASEAN Literary Festival (ALF) setiap tahunnya.
Terbukti ketika sekelompok masyarakat mengatasnamakan Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Muslim (AM3) menuntut pembubaran acara ALF 2016, Okky sontak menolak permintaan tersebut.
"Tahun lalu, beberapa program acara minta dihentikan oleh beberapa kelompok. Lalu kemudian polisi mengikutinya, polisi juga takut bentrok. Tapi kan kita menolak untuk menghapus itu. Karena apa? Karena memang diskusi-diskusi kritis adalah jiwa dari ASEAN Literary Festival sejak awal," ucapnya saat peluncuran buku kumpulan cerpen Okky Madasari berjudul Yang Bertahan dan Binasa Perlahan di Kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu (6/8/2017).
Penolakan didasari atas dugaan akan adanya agenda-agenda penyebaran paham komunis, serta isu LGBT. Bahkan, novelis sekaligus salah satu pengisi acara ALF 2016, Leila S. Chudori dipaksa polisi untuk membatalkan acara sastra 1965 dan sastra LGBT."Apapun yang terjadi kita tidak akan menuruti keinginan orang. Dan syukur saat itu tetap bisa berjalan berkat dukungan publik bersuara lewat media massa hingga akhirnya kita bisa bertahan sampai festival tahun ini," terang peraih Khatulistiwa Literary Award 2012 untuk novelnya yang berjudul Maryam tersebut.
Tahun ini, gelaran ASEAN Literary Festival 2017 memasuki tahun keempat dan dihelat dalam konsep berbeda, serta lebih terbuka. Acara yang tahun lalu diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, dipindah ke kawasan Kota Tua Jakarta.
"Di Kota Tua sendiri merupakan bentuk kita menantang diri kita sendiri dan juga merupakan bentuk bagaimana ASEAN Literary Festival terus tumbuh dari tahun ke tahun," jelas Okky yang juga novelis sekaligus mantan jurnalis itu.
Perpindahan tersebut ia akui sangat terasa berbeda, karena festival tahun ini tidak hanya dapat dirasakan oleh mereka pecinta buku dan sastra, tetapi masyarakat yang jarang terpapar karya sastra.
"Kita tetap berharap ASEAN Literary Festival masih mendapat ruang di hati publik dan bisa semakin dimiliki. Karena kita ingin festival ini menjadi milik semua orang," jelas Okky.
ASEAN Literary Festval tahun ini, lanjut dia, mengangkat tema-tema yang akan didiskusikan oleh para penulis, sastrawan, dan intelektual ASEAN. "Kami yakin ini adalah masalah-masalah mendesak di kawasan ASEAN yang harus dibicarakan serta dicarikan jalan keluar," terang Okky.
Tema yang dihadirkan mulai dari tren meningkatnya radikalisme dan terorisme, kecendrungan politik populisme yang telah dimenangkan Donald Trump di Amerika, arus deras persekusi atas nama agama dan kepentingan politik dengan judul Persecution Stories.
"Makin menguatnya peredaran berita-berita palsu atau hoax untuk menghasut masyarakat juga kami bicarakan," tutup Okky.
No comments:
Post a Comment